Transaksi Repo Syariah, Satu Instrumen Lagi di PUAS

, , No Comments
Dalam memperdalam pasar keuangan, Bank Indonesia mendukung pendalaman pasar uang berdasarkan prinsip syariah, yang mekanismenya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 dan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/10/DKMP.

Dalam peraturan dan surat edaran Bank Indonesia tersebut, dimuat ketentuan tentang transaksi repurchase (repo) syariah. Atas dasar hal itu maka lahirlah satu instrumen pasar uang antar bank syariah (PUAS) di Bank Indonesia, yang dinamakan transaksi repo syariah.

Transaksi yang mengacu pada persyaratan dewan syariah nasional ini kemudian disepakati oleh beberapa bank syariah, sebagai alternatif bagi permasalahan likuiditas di perbankan. Kesepakatan dari pihak perbankan itu kemudian disusun dalam sebuah nota kesepakatan atau MoU "Mini Master Repo Agreement (MRA) Syariah", yang penandatanganannya difasilitasi langsung oleh Bank Indonesia, beberapa hari lalu.


"Dengan adanya transaksi repo syariah ini, diharapkan perkembangan industri keuangan dapat lebih cepat. Karena transaksi ini sejatinya tidak hanya menjadi alternatif bagi masalah likuiditas di perbankan, tapi juga akan mendukung perkembangan pasar sukuk, baik SBMN, SBSN, maupun sukuk korporasi, serta perkembangan pasar syariah itu sendiri. Termasuk pialang pasar uang yang dapat menjadi fasilitator bagi transaksi repo syariah," ungkap Kepala Program Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia Trisna W. Suparyono dalam sambutannya.

Dengan MoU tersebut, maka perbankan yang memiliki surat berharga syariah dan sedang membutuhkan likuiditas, bisa melakukan jual beli surat berharga syariah tersebut, namun berdasarkan prinsip syariah. Adapun menurut Trisna Suparyono, beberapa hal yang membedakan transaksi repo syariah dengan repo konvensional, pada dasarnya adalah dari dua hal utama.

Pertama, transaksi repo syariah wajib menggunakan surat berharga syariah, yakni surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk korporasi, sebagai instrumen dari repo syariah tersebut. Kedua, mekanisme jual belinya. Mekanisme haruslah mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 94/DSN MUI/4/2014 tentang Repo Surat Berharga Syariah berdasarkan Prinsip Syariah. "Inti dari isi fatwa tersebut yakni penjualan yang didasari oleh janji untuk membeli kembali," jelas T.W. Suparyono.

Dalam paparannya, Trisna Suparyono juga mengungkapkan bahwa perkembangan ekonomi syariah di Indonesia cukup baik dalam dua dekade terakhir. Industri keuangan syariah sendiri kini memiliki 34 bank, yang terdiri dari bank umum syariah dan unit usaha syariah (UUS). Belum lagi perkembangan usaha syariah lainnya seperti pegadaian syariah, asuransi syariah, takaful, dan lainnya. Di sisi pasar uang syariah, sukuk juga terus berkembang.

Namun memang di sisi instrumen pasar keuangan syariah, dalam mengatasi likuiditas masih terbatas. Saat ini, instrumen pasar keuangan syariah yang tersedia adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Repo, SDIS, Fasilitas Bank Indonesia Syariah, dan Reward Repo Syariah Bank Indonesia dengan menggunakan SBSN dan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (SIMA).

Bank Indonesia mencatat rata-rata volume perdagangan antar bank syariah masih kurang dari Rp 1 triliun, jauh tertinggal dari perdagangan antar bank konvensional yang telah di atas Rp 10 triliun. Sehingga diharapkan dengan adanya transaksi repo syariah instrumen pasar keuangan ini, likuiditas keuangan syariah bisa teratasi.

Pendandatanganan repo syariah tersebut dilakukan oleh 18 bank syariah, dan diharapkan pada waktunya nanti dapat ditandatangani oleh bank-bank syariah lainnya, unit usaha syariah, bahkan bank konvensional.

0 comments:

Post a Comment

Sumbangkan artikel Anda ke sahabat.bicara131@gmail.com