Kondisi Internal-Eksternal yang Perberat Ekonomi Negara

, , No Comments
Berbagai kabar yang mengungkapkan lemahnya perekonomian Indonesia beberapa pekan ke belakang, menghiasi tajuk media massa. Namun belum banyak masyarakat yang benar-benar memahami liku-liku permasalahan ekonomi makro, yang tengah dihadapi pemangku kebijakan dan para pelaku perniagaan. Berikut penjabaran Deputi Gubernur Bank Indonesia Hendar mengenai permasalahan ekonomi Indonesia.

Bank Indonesia diakuinya memang tengah menghadapi tantangan perekonomian negara. Yang terberat adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cenderung melambat. Perlambatan ini terutama bersumber dari menurunnya kinerja ekspor, lantaran berlanjutnya penurunan harga komoditas primer utama seperti batubara, CPO (crude palm oil), dan minyak bumi.

Ilustrasi: RBI.or,id

Di beberapa provinsi yang perekonomiannya tergantung komoditas primer, seperti Kalimantan Timur, Aceh, dan Riau, pertumbuhan ekonomi negatif selama dua triwulan berturut-turut. Secara agrregat, dalam dua triwulan terakhir di tahun 2015, perekonomian nasional tumbuh di bawah lima persen, yaitu menurun dari 4,71 persen pada triwulan I-2015 menjadi 4,67 persen pada triwulan II-2015.

Rendahnya penyerapan fiskal pemerintah, baik di pusat maupun daerah, juga menjadi sumber perlambatan pertumbuhan ekonomi, namun dari sisi pengeluaran. Ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi berdampak ke sektor keuangan. Di sisi perbankan, perlambatan pertumbuhan ekonomi diikuti dengan pertumbuhan kredit yang turun. Tak hanya itu, kecenderungan pengembalian pinjaman yang tidak jelas (non performing loan) terus meningkat. Terutama di sektor pertambangan dan konstruksi.

Mengatasi permasalah ini, Indonesia sebenarnya memiliki sejarah pengalaman yang baik dalam reformasi ekonomi. Oleh karena itu, dengan kompleksnya tantangan yang dihadapi Indonesia ini, mutlak membutuhkan koordinasi kebijakan antar institusi yang kuat.

Tak terkecuali perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, seperti duta perdagangan, kantor perwakilan Bank Indonesia, dan pihak-pihak terkait lainnya. Karena pada langkah awal, yang dibutuhkan adalah kepercayaan diri dari seluruh elemen bangsa, serta menyebarkan persepsi positif bahwa perekonomian Indonesia menuju hal yang lebih baik.


Eksternal

Pada paparan sebelumnya, melulu mengungkap mengenai kondisi ekonomi internal negara. Sementara perlambatan ekonomi Indonesia juga tak luput dari faktor perekonomian global, atau yang disebut faktor eksternal. Di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global, perlambatan pertumbuhan ekonomi di banyak negara di dunia, juga memicu jatuhnya indeks harga saham dari 5500 pada April 2015 menjadi kisaran 4100 pada pertengahan Agustus 2015.

Kekhawatiran atas perlambatan ekonomi Tiongkok semakin meningkatkan tekanan terhadap pasar modal. Sejauh ini, implikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat masih belum signifikan. Namun di beberapa daerah penghasil utama batu bara, kelapa sawit, dan karet dampaknya mulai dirasakan. "Para pengusaha atau petani tidak lagi bergairah dalam mengelola kegiatan usaha pada komoditas tersebut," kata Hendar.

Kondisi eksternal lain yang menyebabkan perlambatan ekonomi Indonesia adalah pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$). Ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed (bank sentral Amerika Serikat), yang diawali Mei 2013, terus menjadi pemicu utama ketidakstabilan nilai tukar Rupiah.

Tekanan ini semakin berat ketika pasar meyakini beberapa faktor fundamental ekonomi Amerika Serikat (AS) mendukung The Fed untuk memulai normalisasi suku bunga kebijakannya. Dengan kata lain, The Fed melihat fundamental ekonomi Amerika Serikat semakin membaik, sehingga suku bunga di sana mulai bisa dinormalkan, dari suku bunga yang sebelumnya dinilai tidak normal.

Namun masalahnya, hingga kini keputusan menaikkan suku bunga oleh The Fed tersebut tidak kunjung tiba. Sementara dampaknya ketidakpastian The Fed ini akhirnya dirasakan semakin berat oleh negara-negara yang perniagaannya menggunakan US$.

Ketidakpastian bank sentral AS yang membuat kondisi ekonomi Indonesia menjadi berat, masih diperberat oleh kebijakan Bank Sentral Tiongkok melakukan depresiasi mata uangnya (Yuan) pada 11 Agustus 2015 lalu. Yuan melemah berarti barang-barang di Cina murah. Ini menyebabkan Indonesia kemungkinan meningkatkan impor barang-barang dari Tiongkok. Sementara kinerja ekspor Indonesia masih terpuruk.

0 comments:

Post a Comment

Sumbangkan artikel Anda ke sahabat.bicara131@gmail.com