Ilmu Manajemen Risiko Bencana Harus Ditularkan ke Masyarakat

, , No Comments
Belajar dari serangkaian bencana di Indonesia, seperti gelombang pasang (tsunami) di Aceh pada 2004 lalu yang menelan korban jiwa hingga lebih dari 200 ribu orang, gempa bumi di Bantul, Yogyakarta yang menewaskan lebih dari 5.000  orang, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan lainnya, Bank Indonesia bersama Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengadakan kegiatan preventif siaga bencana bagi para siswa sekolah.

Ada empat narasumber dalam kegiatan tersebut, yakni Asisten Direktur Pemberdayaan Komunitas Bank Indonesia, Karsono, pakar bencana ITB, Dr. Irwan Meilano, lalu dari Disaster Management Institute Indonesia (DMII)-ACT, Wahyu Novian, dan dari Disdik DKI Jakarta, Junaedi.

"Karena seperti kita ketahui bersama, Indonesia dikelilingi cincin api atau ring of fire sehingga menjadi negara yang rentan bencana alam, terutama gempa bumi dan gelombang pasang," ungkap Karsono.

Kegiatan ini ditargetkan bagi mereka yang berjenjang sekolah menengah atas (SMA), karena para siswa dan siswi di jenjang sekolah tersebut sudah bisa dihandalkan dalam mengedukasi masyarakat, menularkan ilmu bermanfaat. Kegiatan tersebut dikemas dalam seminar berjudul "Sekolah Siaga Bencana" yang digelar di Museum Bank Indonesia, kawasan Kota Tua, Jakarta Pusat, awal Agustus 2015 lalu. Mengapa tajuk utamanya adalah bencana?

Melalui Sekolah Siaga Bencana, masyarakat akan mendapatkan edukasi mengenai mitigasi bencana, dari para siswa-siswi yang telah mendapatkan manfaat ilmu manajemen risiko bencana. Menurut Karsono, kegiatan preventif tersebut dilakukan lantaran selama ini aksi cepat tanggap terjadi disaat bencana sudah terjadi.

Sehingga melalui kegiatan yang disusupi ke dalam ekstra kurikuler sekolah itu, diharapkan para pelajar akan ikut berperan serta mengedukasi masyarakat akan kesadaran pentingnya keselamatan diri. Dimulai dari masyarakat yang dekat dengan area sekolah. "Lalu akan meluas efek berbaginya, sehingga masyarakat akan bisa mandiri mengatasi potensi bencana di daerahnya," kata Junaedi.



Pra Bencana

Menurut Wahyu Novian, apa yang dilakukan oleh pihaknya bersama Bank Indonesia serta Disdik DKI Jakarta dan ITB ini, menekankan satu dari tiga fase manajemen bencana. "Yakni fase pra bencana. Karena ada tiga fase manajemen bencana, yakni fase manajemen pra bencana, manajemen bencana, dan manajemen pasca bencana," ungkap Wahyu.

Dalam manajemen pra bencana, yang ditekankan adalah mitigasi atau upaya meminimalisasi risiko korban jiwa, selain korban harta dan benda. "Kami sangat mengapresiasi perhatian Bank Indonesia sebagai entitas bisnis yang besar di Indonesia, dalam upaya memitigasi bencana ini," imbuh Wahyu. Menanggapi apresiasi itu, Karsono mengatakan, kegiatan tersebut merupakan bagian dari program sosial Bank Indonesia (PSBI) tentang kemandirian dan pemberdayaan masyarakat.

Sementara menurut Junaedi ada 100 sekolah yang diundang mengikuti seminar khusus Sekolah Siaga Bencana ini, kemudian sekolah-sekolah tersebut akan diberikan semacam penugasan yang harus diselesaikan, sebagai bagian dari filtrasi (penyaringan). Setelah tugas tersebut diselesaikan, maka akan terlihat sekolah mana yang layak mendapatkan pelatihan siaga bencana yang didukung keempat lembaga tersebut.

"Dari 100 sekolah yang mendapatkan semacam assesment, akan dilihat lagi, mana yang terpilih. Nanti akan dipilih 20 sekolah saja yang mendapatkan pendidikan dan  pelatihan siaga bencana," ungkap Junaedi. Pendidikan dan  pelatihan tersebut akan dilaksanakan selama enam bulan.

Adapun mengenai potensi bencana alam di DKI Jakarta menurut Irwan Meilano, diantaranya adalah banjir dan kebakaran. Hal itu lantaran Jakarta adalah kota yang luar biasa padat, sehingga tak ayal sering terjadi perluasan cakupan pengaruh bencana, terutama akibat kebakaran. Begitu pun banjir. Kepadatan penduduk di Jakarta, salah satunya, menjadi penyebab kurangnya daerah-daerah resapan. "Juga diperkeruh dengan adanya bangunan-bangunan yang dibangun di bantaran sungai," ujar Irwan.

Dengan disusupkannya metode antisipasi bencana melalui Sekolah Siaga Bencana ini, maka diharapkan akan bisa menekan potensi korban baik harta dan jiwa. "Terutama korban jiwa. Karena korban harta dan benda, ada yang bisa dihindari ada juga yang tidak atau mutlak akan terkorbankan. Seperti lemari berat, rumah terbakar,  dan alat berat lainnya yang sulit untuk digeser kesana-sini. Ini kita bicara potensi korban manusia, yang masih bisa dididik untuk menghindari," ungkap Wahyu Novian.

Upaya mitigasi bencana, bagi ACT adalah hal yang penting dipahami masyarakat dan dilakukan. Karena antisipasi merupakan kewajiban bagi setiap orang dalam menjaga diri sendiri serta orang-orang terdekatnya. Karena diberikan kepada para siswa-siswi sekolah, maka target edukasi masyarakat adalah mereka yang berada di sekitar sekolah. "Nanti tentunya, manfaatnya akan meluas," ujar Wahyu Novian.

0 comments:

Post a Comment

Sumbangkan artikel Anda ke sahabat.bicara131@gmail.com