Menakar Kedaulatan Rupiah

, , No Comments
Uang di bawah ini adalah uang yang sama merahnya.Yang satu 10 Euro, yang satunya lagi Rp 100.000. Yang 10 itu, hanya ada satu angka nol dan 100.000 ada lima angka nol.



Kalau dibandingkan, maka 10 dengan 100.000 seharusnya lebih banyak 100.000. Tapi ternyata uang 10 Euro itu, bila ditukarkan jadi lebih besar nilainya ketimbang Rp 100.000. Uang 10 Euro itu kalau ditukarkan ke Rupiah, akan menjadi hampir Rp 150.000.

Dan ternyata, lantaran masalah duit kertas, Indonesia yang sebenarnya kaya raya, bisa bangkrut. Kalau dulu Indonesia dijajah Belanda oleh pasukan, kapal perang, dan persenjataan. Kemudian setelah menang, barulah Belanda bisa mengeruk kekayaan alam. Tapi sekarang, tak perlu lagi mengerahkan pasukan untuk bisa mengeruk kekayaan Indonesia. Cukup memakai uang kertas saja. Tapi tentunya, di belahan dunia manapun, tak ada yang ingin terjajah.

Kalau dilihat sekarang ini, nilai Rupiah jatuh terus terhadap US$. Sekarang harga 1 US dollar sudah Rp 13.300, dan masih anjlok terus. Kenapa? Perlu dipahami terlebih dahulu, yang bikin Rupiah jatuh atau bangkit, salah satunya tergantung dari banyak dan sedikitnya uang seperti ini (Euro, US$, RM, dan lainnya) di Indonesia. Kalau Rupiah sekarang merosot, karena uang asing tersebut keluar dari Indonesia.

Sesuai dengan hukum pasar, bila jumlah US$ atau Euro yang ada di Indonesia sedikit, maka harganya jadi mahal. Rupiah pun jadi murah, terpuruk. Sama halnya dengan beras. Beras, bila banyak jadi murah, dan bila sedikit jadi mahal. Sehingga yang membuat Rupiah jatuh, lantaran US$ banyak keluar.

Maka US$ pun harus ‘dipanggil’ kembali. Dalam artian 'memanggil' US$ atau Euro dilakukan dengan cara mengekspor sumber daya alam (SDA) Indonesia. Tidaklah akan berhasil bila Rupiah kita yang diekspor ke luar negeri. Rupiah tidak akan laku di luar negeri. Sehingga Indonesia memang harus mengekspor minyak, emas, kayu, batubara, gas, dan sebagainya.

Cara penting lainnya untuk membangkitkan Rupiah adalah dengan tidak menggunakan mata uang asing sebagai alat transaksi di dalam negeri. Karena untuk kebutuhan ekspor SDA saja, Indonesia masih harus mengimpor bahan pendukung lainnya dari luar negeri yang dibayar dengan US$ berharga tinggi. Sehingga jangan lagi masalahnya diperberat dengan adanya transaksi menggunakan mata uang asing di kegiatan perniagaan dalam negeri.

Inilah takaran kedaulatan Rupiah. Ketika ingin menaikkan nilai Rupiah, Indonesia harus mengekspor sumber daya alam, sedangkan untuk kebutuhan ekspor tersebut Indonesia masih harus dibebani dua importasi, yakni bahan baku dari luar negeri sekaligus valuta asingnya.

Itulah sebabnya, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Rupiah harus menjadi tuan rumah. Dan PBI No. 17/3/PBI/2015 ini juga menggandeng delik Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Di situ ditekankan bahwa Rupiah sejajar dengan Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya" dan Bendera Pusaka Merah Putih. Sehingga penggunaan mata uang non Rupiah di kawasan NKRI akan dimasukkan ke ranah pidana. Masyarakat harus paham betapa pentingnya peranan kedaulatan Rupiah dalam menjaga inflasi atau kenaikan harga-harga bahan kebutuhan hidup mereka sendiri.

0 comments:

Post a Comment

Sumbangkan artikel Anda ke sahabat.bicara131@gmail.com