Bank sentral manapun di seluruh dunia, harus menghadapi risiko dalam perniagaan berbasis valuta asing. Itulah sebabnya, setiap bank sentral memiliki alternatif kebijakan tentang valuta asing, guna menekan kontraksi yang mendalam terhadap mata uangnya. 
Dalam hal ini, Bank Indonesia pun memiliki kebijakan tersendiri dalam melindungi nilai tukar Rupiah, yakni kebijakan Transaksi Lindung Nilai atau Hedging. Dalam acara Seminar Nasional Transaksi Lindung Nilai sebagai Alat Tata Kelola Keuangan Negara dan Perusahaan yang digelar pada Kamis, 7 Mei 2015 lalu di Jakarta, Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo menekankan mengenai pentingnya hedging.
Kemudian berdasarkan kesepakatan dengan delapan Lembaga Negara, diantaranya Bank Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), transaksi lindung nilai memang memiliki konsekuensi biaya. Namun sepanjang transaksi tersebut dilakukan dengan konsisten, konsekuen, dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan, maka biaya tersebut bukan merupakan suatu kerugian Negara. 
Dalam kesepakatan itu pun disepakati pula adanya Pedoman Penyusunan Standar Operating Procedure (SOP). Tujuannya, untuk mencegah terjadinya potensi moral hazard dari transaksi hedging yang dilakukan. 
Sehingga ke depannya, masing-masing lembaga akan melakukan internalisasi atas transaksi lindung nilai dan Pedoman Penyusunan Standar Operating Procedure (SOP) tersebut melalui edukasi dan sosialiasi. Seminar nasional pada hari ini merupakan salah satu bentuk implementasi kesepakatan delapan Lembaga Negara tersebut khususnya yang terkait dengan edukasi dan sosialisasi.
 
 
 
 
 
0 comments:
Post a Comment
Sumbangkan artikel Anda ke sahabat.bicara131@gmail.com