Salah satu pertimbangan Bank Indonesia untuk mempertahankan BI Rate di angka 7,5 persen, adalah mengenai kondisi eksternal dan domestik. Kondisi ekstern yang menjadi pusat perhatian adalah kondisi ekonomi di Amerika Serikat (AS).
Meski perbaikan ekonomi AS tidak sesuai dengan yang diharapkan, namun normalisasi di AS dipastikan akan terjadi. "Yang belum pasti adalah, kapan dan berapa besar The Fed Fund Rate (suku bunga The Fed) akan naik. Kondisi ini mendorong ketidakpastian yang dapat berdampak pada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia," kata Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Selasa (19 Mei 2015).
Faktor eksternal lainnya, yang harus diperhatikan adalah kondisi perekonomian di Tiongkok yang masih terkoreksi. Pertumbuhan ekonominya berdampak pada mitra dagang seperti indonesia. Meski begitu, ada secercah optimisme yang datang dari perekonomian Eropa dan India, yang diperkirakan sudah akan membaik.
Kemudian harga komoditas, di 2014 terjadi koreksi sebesar 4-5 persen. Pada tahun 2015, diperkirakan awalnya hanya akan terkoreksi sebesar 5,5 persen. Namun dari hasil kajian terakhir Bank Indonesia, menunjukan harga komoditas Indonesia akan terkoreksi sampai pada level 11 persen.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah utang Indonesia yang juga cukup besar, yang membuat Debt Service Ratio (DSR) semakin tinggi, sehingga perlu dikelola dengan baik. "Karena akan menjadi risiko," ungkap Agus Martowardojo. Selain itu, porsi kepemilikan asing yang sebesar 38 persen perlu diwaspadai, karena idealnya adalah di bawah 30 persen.
Kondisi Domestik
Meski inflasi di Indonesia saat ini, dihitung tahun bertemu tahun (yoy) diperoleh angka 7 persen dan lebih rendah dibandingkan pada 2013 dan 2014 lalu, namun jika dibandingkan dengan negara ASEAN 5, inflasi Indonesia masih cukup tinggi.
Hal ini mengingat negara ASEAN 5 memiliki angka inflasi di bawah 5 persen. Inflasi Indonesia pada akhir tahun diperkirakan akan berada di 4,2 persen. Angka ini pun masih tergolong cukup tinggi. Risiko lain yang akan berpengaruh terhadap inflasi adalah risiko nilai tukar yang akan memengaruhi harga barang impor ke dalam negeri.
Atas hal itu, respon BI adalah dengan mengeluarkan kebijakan makroprudensial, yang diharapkan akan memelihara momentum perbaikan ekonomi. Bank Indonesia melihat, pemerintah akan berkomitmen terhadap reformasi struktural.
Komitmen pemerintah untuk menjaga kesinambungan fiskal baik dari sisi pengeluaran yang tepat sasaran dan pemasukan yang terjaga, diharapkan juga akan membantu stimulus perekonomian. Ekonomi Indonesia di tahun 2015 masih jauh lebih baik dibandingkan tahun 2014, sehingga diyakini resesi tidak akan terjadi.
0 comments:
Post a Comment
Sumbangkan artikel Anda ke sahabat.bicara131@gmail.com